Hampir semua ahli tarekat sepakat bahwa kata 'maqam' bermakna derajat seseorang terhadap Tuhannya. Dikisahkan ada orang soleh, bahkan sudah hampir wali. Walhasil karena dia tidak pernah dosa, dia merasa bisa melihat Allah, dia mengklaim dirinya. Akhirnya orang-orang bingung, "apa betul di dunia, seseorang bisa melihat Allah?". Kemudian dikonfirmasi saat itu Syekh Abdul Qadir hidup, "Dia benar, tidak berbohong, cuma dia mengalami kejumbuhan (samar)", maksudnya karena saking soleh dan walinya dia, dirinya mengeluarkan Nur Bashirohnya, lalu Nur Bashirohnya itu punya jalan menuju Nur Bashiroh lagi. Dan ketika Bashirohnya bertemu Nur-Nya sendiri, dia merasa telah melihat Allah. Padahal dia hanya melhat Nur Bashiroh-Nya. Jadi, ada orang-orang yang hampir, namun belum benar-benar wushul, tapi tetap kita harus hormati, bagaimanapun. Dia mendekati wushul. Sekelas Syekh Abdul Qadir saja menganggap mereka benar, itu ucapan orang-orang hakikat.
 

    Akal orang awam terkadang lebih pintar dibanding ulama, sebab ulama itu mewarisi nubuwah, dan terkadang tidak begitu rasional. Sedangkan orang awam lebih rasional, contoh jika ada ulama, orang awam atau siapa saja dengan pedenya merusak Gereja di Jawa.  Alasan mereka jihad, pertanyaannya; jihad atau mereka mayoritas?. Banyak orang yang seperti: Gus Dur, mengatakan "Kalau kamu tindas orang Kristen di Jawa, maka yang dibalas adalah umat muslim minoritas di Papua atau Australia. Anda percaya pada hukum sebab akibat itu baik. Sebagai toleransi terhadap Agama lain, tapi jangan niatkan untuk hormat pada non-muslim!. Akan tetapi memikirkan orang Islam yang berstatus minoritas di berbagai daerah. Karena jika preman merasa terhormat, tidak akan mengganggu yang lain.